Siang itu.
aku masih terdiam, berdiri di tempat yang sama.
menghadap sudut yang sama.
dan masih dengan hati yang lama.
aku belum bisa bergerak.
kenangan itu, masih mengumpul sesak.
Mendung
kelabu, sang matahari kalah telak begitu saja.
dia tidak bisa memberontak. cahayanya mati tertutup awan sepi.
Tuhan sedang ingin melukis kemurungan hambanya pada langit.
Rintik
tetes per tetes. detik per detik. gemericik per gemericik.
beriringan, bersautan, memecah keheningan.
perlahan lahan, jendela kepala terketuk pelan - pelan, oleh kenangan.
Deras
lepas.
semua isi kepala bergerak bebas
orkestra hujan semakin keras
rindu, pilu, kenangan, harapan, semuanya berteriak puas.
Petrichor
menenangkan, menegangkan.
tapi selalu ingin dinikmati.
akhir dari sebuah rangkaian.
yang selalu dinanti.
Baca Selengkapnya »
aku masih terdiam, berdiri di tempat yang sama.
menghadap sudut yang sama.
dan masih dengan hati yang lama.
aku belum bisa bergerak.
kenangan itu, masih mengumpul sesak.
Mendung
kelabu, sang matahari kalah telak begitu saja.
dia tidak bisa memberontak. cahayanya mati tertutup awan sepi.
Tuhan sedang ingin melukis kemurungan hambanya pada langit.
Rintik
tetes per tetes. detik per detik. gemericik per gemericik.
beriringan, bersautan, memecah keheningan.
perlahan lahan, jendela kepala terketuk pelan - pelan, oleh kenangan.
Deras
lepas.
semua isi kepala bergerak bebas
orkestra hujan semakin keras
rindu, pilu, kenangan, harapan, semuanya berteriak puas.
Petrichor
menenangkan, menegangkan.
tapi selalu ingin dinikmati.
akhir dari sebuah rangkaian.
yang selalu dinanti.
Dwi Ma'ruf Alvansuri