December 18, 2015

Rumah.

December 18, 2015
Mungkin, 
aku bukanlah rumah tuk kepulanganmu.
Namun,
sekotor-kotornya duka yang kau bawa,
pintu terbuka untukmu akan selalu ada.
Baca Selengkapnya »

November 3, 2015

Merayakan Hari Ini.

November 3, 2015

Hari ini aku ingin menjadi sepatu kesayanganmu,
kau pakai seharian,
tanpa peduli apa yang kau injak,
aku akan tetap melindungi telapak kakimu.

Hari ini aku ingin menjadi sweater kebanggaanmu,
kau tunjukkan kepada siapa saja,
tanpa peduli apapun aktivitasmu,
aku akan tetap berusaha membuatmu nyaman.

Hari ini aku ingin menjadi kasur di kamarmu,
meski kau tinggal pergi sedari pagi,
aku akan tetap menyambut rebahmu,
dan mengusir semua lelah yang merangkulmu.

Hari ini aku ingin menjadi jam dinding di kamarmu,
yang akan menggerakkan diri lebih lambat,
supaya bahagiamu bisa bertahan lebih lama.

Hari ini aku ingin menjadi telpon genggammu,
yang akan menciptakan senyum pada bibirmu,
ketika membaca pesan-pesan singkat dari keluarga dan teman-temanmu.

Jika diijinkan,
Hari ini aku ingin menjadi kekasihmu,
yang selalu kamu tunggu,
sebagai pelengkap,
dari semua kejutan-kejutan yang kamu terima.

Jika masih diijinkan lagi,
Hari ini aku ingin menjadi puisi pertama yang kau suka.
Meski tak ada rasa tertarikmu pada kata-kata,
ijinkan aku mendoakanmu dalam setiap baitku.
Aku ingin ditali pitakan Tuhan pada lembar-lembar doa yang terkirim hanya untukmu.
Lembaran doa untuk segala kebaikan,
diusiamu yang baru.
Selamat merayakan hari ini.


Jakarta, 3 November 2015

Dwi Ma'ruf Alvansuri
Baca Selengkapnya »

September 30, 2015

Kerangka Pernikahan.

September 30, 2015

Aku sering membayangkan pernikahan kita.
Di sebelum lelapku, di peron stasiun saat menunggu kereta, bahkan disela-sela waktu kerjaku.
Aku senang merangkainya, dengan senyum yang terurai begitu saja.

Kelak, 
dipernikahan kita.
Di taman sederhana,
dikelilingi bunga dan balon berwarna setiap sudutnya,
akan disambut oleh sepasang penerima tamu dengan pakaian warna ungu,
sembari memberikan amplop coklat dengan perangko bergambarkan wajah kita sebagai cinderamata.

Di pintu masuk,
akan dihadang oleh tukang foto polaroid,
yang akan menyeret tamu ke lokasi penuh bunga,
dengan latar yang menggantung foto serta pesan-pesan manis dari sahabat kita.

Di sisi kanan,
akan tertata rapi kursi-kursi berwarna putih.
Sebagai tempat sahabat-sahabat kita menikmati hidangan,
yang semua menunya kamu pilihkan.

Di sisi kiri,
lokasi para pengolah melodi beraksi.
Mengiringi setiap detik yang berlalu, 
dengan nada sederhana,
yang aku yakin, kamu pasti suka.

Dan di pusat taman,
berada paling depan,
diatas panggung pelaminan yang tidak terlalu tinggi,
kita berdiri.
Aku mengenakan kemeja putih dengan setelan jas hitam,
dan kamu mengenakan gaun putih panjang,
yang pasti akan membuat iri para undangan.

Ya, seperti itulah kerangka pernikahan kita yang sering aku idamkan. 


Hingga akhirnya aku menyadari...

Meski nyatanya,
tak ada yang ingin ku-per-istri selain engkau,
tak ada yang ingin aku temani menua selain engkau,
dan tak ada yang kuijinkan tertawa melihat rambut putihku bertambah sebelum engkau.

Namun,
akhirnya aku harus terima.
Saat ini,
kau sedang mempersiapkan kerangka pernikahanmu sendiri.
Bukan denganku, 
melainkan,
Pernikahan,
kalian.


...yang membungkusmu dalam doa.
Dwi Ma'ruf Alvansuri



Baca Selengkapnya »

March 22, 2015

Hingga akhirnya saya tersadar.

March 22, 2015


pernah ada hari dimana saya dan kamu saling melontarkan candaan, saling melancarkan keusilan, saling bercerita dongeng kehidupan, dan saling mengungkap perasaan.
pernah ada waktu dimana saya dan kamu saling menatap malu, saling menegur kesalahan, dan saling menertawakan kebodohan.
dan juga, pernah ada saat dimana saya merasa jatuh di kedalaman jurang bola matamu atau sesekali saya sedang bersandar di lekuk manis bibirmu itu.

bersamamu, saya selalu berhati-hati ketika berbicara, selalu berusaha mengisi detik terdiam di setiap pembicaraan, dan selalu berusaha berani menatap matamu lebih lama, meskipun pada akhirnya, saya adalah pengecut yang hanya berani jatuh cinta.

namun, disemua kebersamaan saya dan kamu, saya pernah mengira, senyum tipis yang diciptakan sepasang lapis bibirmu itu adalah mutlak teruntuk saya, saya juga pernah merasa bahwa saya adalah satu-satunya lelaki beruntung yang mendapatkan perhatian sederhana dari kamu, atau canda dan tawamu saat bersama saya, saya pernah mengira bahwa saya yang telah membuatmu merasa nyaman.

saya ingin mengerti isi pikiran dan juga hatimu, apakah memang teruntuk saya, atau hanya untuk buat saya bertanya-tanya.

hingga akhirnya saya tersadar, kamu telah bersamanya. bersama lelaki yang telah berhasil mencuri senyum, tawa, dan juga kesemua-mu yang sempat saya pikir adalah kepemilikan saya.

saya salah dalam menangkap semua tingkah lakumu. saya kehilanganmu. meski saya dan kamu masih tetap bisa bersama, masih tetap bisa berbagi senyum dan tawa. saya telah kalah, saya telah gagal. tapi tetap, saya adalah seorang pengecut yang hanya berani jatuh cinta.

jika ini adalah sebuah kesia-sian, setidaknya saya dan kamu, kita, pernah menertawakan hal yang sama, setidaknya kita pernah saling menjaga, dan setidaknya kita pernah saling membahagiakan.

pada akhirnya, ijinkan saya untuk tetap menghangatkanmu, di dalam sebuah doa, yang hanya diketahui oleh Tuhan, saya, dan juga malam.

Jakarta, selepas hujan dan senja.
yang menjadikanmu sebuah puisi.


Dwi Ma'ruf Alvansuri

Baca Selengkapnya »

February 27, 2015

Kepada lelaki yang kekasih-nya saya cintai.

February 27, 2015
saya tidak mengetahui pola wajahmu, warna rambutmu, bentuk matamu, tinggi badanmu, suaramu, dan ke-semua-mu, kecuali nama-mu, saya tau. begitu pula denganmu, kamu mungkin tidak mengenal saya, bahkan nama saya, juga tidak mengerti apa yang sering saya lakukan, pekerjaan saya, tempat tinggal saya, dan tidak tau bagaimana masa lalu saya.

namun, di semua ketidaktahuan saya tentang kamu, pun kamu tentang saya, kita memiliki kesamaan. kita men-cintai wanita yang sama. hanya saja, saat ini wanita itu lebih memilihmu. ya, wanita yang saya dan kamu cintai itu, kekasih-mu.

saya ingin berbincang denganmu, di salah satu cafe sudut kota, dengan secangkir cappucino hangat dihadapan saya, dan entah apa yang kamu pesan untuk menemani pembicaraan kita.
ada beberapa hal yang ingin saya sampaikan, sebelum kamu melihatnya untuk pertama kali, sebelum kamu menyebut nama-nya dalam hati, dan sebelum pecah perasaanmu padanya, saya sudah men-cinta-nya, kekasih-mu itu. bahkan mungkin, kamu tidak tau menau tentang kami, tentang kami yang pernah saling mengungkapkan perasaan, tentang kami yang pernah sama-sama saling mencintai, tapi itu dulu. sebelum akhirnya kami memilih untuk membuat kisah sendiri-sendiri, meskipun dalam hati saya, selalu ada satu sisi yang hanya bisa diisi satu nama, yaitu kekasih-mu.

mungkin saya kurang ajar jika mengatakan itu padamu, sebab memang saat ini, wanita itu adalah kepemilikanmu. dan tentu, pemilik akan mempertahankan apa yang memang menjadi kepemilikannya. tapi tenanglah, saya tidak akan merebutnya bak perampok, tidak akan mencurinya layaknya pencopet, saya hanya ingin berbincang denganmu, lelaki yang saat ini menjadi pelindung wanita yang saya cintai, lelaki yang menjadi pundak untuk sandaran wanita yang saya rindukan, lelaki yang menjadi pelukan hangat wanita yang selalu saya doakan. 

tak ingin-kah kamu bercerita ? tentang bagaimana kalian bertemu? tentang bagaimana ia akhirnya menjadi pilihanmu? selama masih tentang kamu dan kekasih-mu, saya akan selalu mendengarkan.
apakah kita memiliki selera yang sama tentang wanita? ah sepertinya tidak, hanya saja, wanita yang saya dan kamu cintai ini, memang layak untuk diperjuangkan. dan sayangnya, mungkin saya berjuang dijalan yang salah, dengan berusaha mencintai orang lain. lucu memang.

saya jarang bertemu dengan kekasih-mu, dalam hitungan tahun, mungkin dua kali. di pertemuan saya dengan kekasihmu, sesekali saya hanya melihatnya sebatas punggung, dan seringkali, kekasih-mu itu yang melihat punggung saya. iya, kami berboncengan. saya dan kekasih-mu itu, sangat senang bercerita, apapun itu, mulai dari hal yang sangat serius, hingga pembicaraan tentang harga 1kg laundry. saya dan kekasih-mu itu, sering bertatap mata, dengan pembicaraan yang lebih banyak melalui pikiran. mungkin ia tidak bercerita kepadamu, sebab ia masih paham tentang apa itu menjaga perasaan. tapi tenanglah, tak pernah sekalipun saya membahas tentangmu, tentang hubunganmu dengan kekasih-mu itu.

ah sudahlah, sepertinya terlalu panjang saya membual dan membuatmu naik pitam. namun, berterima-kasihlah kepada waktu, kepada waktu yang memberikanmu kesempatan untuk dekat dengan kekasih-mu, kepada waktu yang menyempatkan diri untuk membiarkanmu dan kekasih-mu selalu bertemu, berbeda dengan saya. sepertinya sang waktu memiliki dendam mendalam terhadap saya.
dan juga, ingatkan ia tentang kewajibannya, terhadap Tuhan, orang tua, ataupun masa depannya. perhatikan ia ketika berbicara, bercerita, dengan ekspresinya yang begitu manis dan sayang untuk dilewatkan. tegur ia, ketika ia mulai kembali mengkonsumsi mie instan yang kamu pasti paham dampak kedepannya. biarkan ia tetap menggunakan pakaian senyamannya, dengan celana jeans dan sweeter yang sebenarnya lebih cocok dikenakan laki-laki. temani ia makan, jangan ingatkan ia tentang kegemukan, biarkan ia, selama itu makanan sehat. ajak ia olahraga, ia senang bergerak, apalagi jika ada yang menemani. dan jangan lupa, buat ia, untuk selalu ber-bahagia.


yang men-cintai kekasih-mu.
saya.








Baca Selengkapnya »

February 23, 2015

Catatan ulang tahun yang sedikit terlambat.

February 23, 2015
bukan waktu yang singkat, tapi memang terasa cepat.
hari itu, tepat 20 kali sudah, saya berputar mengelilingi matahari.
20 tahun sudah lamanya, menghirup oksigen tanpa membayar sepeser pun rupiah.

saat itu, pukul 1 dini hari, ibu menghampiri saya yang sudah terpejam namun masih sadar sepenuhnya.
datang memeluk saya dari belakang seraya mengucap pelan, "selamat ulang tahun dek, semoga semua keinginanmu tercapai". hening. saya terdiam.
hangat, pelukan paling nyaman yang pernah saya rasakan.
saya menangis dalam pejam, tak mengucap apapun, tak ingin membuyarkan kesunyian dan kehangatan kala itu.
hingga akhirnya saya terlelap dalam peluk yang telah lama saya rindukan.

ayah tak akan pernah ingat tentang tanggal lahir saya, bagaimana mungkin dia menyempatkan untuk mengingat, bahkan ulang tahunnya sendiri tak pernah ia meriahkan. tapi sepenuhnya saya memahami, doa dan restu dari ia, tak pernah berhenti dan bahkan lebih berarti.

20 tahun yang lalu.
3 pebruari 1995. jum'at.
dwi ma'ruf alvansuri kecil menangis keluar dari rahim, tempat paling nyaman dan aman. dan berganti dengan bumi yang penuh dengan 'predator'.
dwi ma'ruf alvansuri yang sebelumnya memiliki nama abdul, tapi tetangga rumah protes.
iya, nama saya dipilihkan oleh tetangga rumah kala itu. seperti itulah yang diceritakan kepada saya, dan jika diingat akan membuat senyum dengan simpul yang lumayan aneh.

20 tahun sudah dijalani.
saya merasa sangat tua dengan kepala dua di depannya.
apa yang sudah capai? apa yang sudah bisa saya berikan? apa saya sudah bermanfaat?
saya rasa belum ada, belum ada yang bisa saya banggakan saat ini.
masih penuh dengan foya-foya jiwa muda yang 'tak diijinkan' berbahagia ketika kanak-kanak.

20 tahun dan doa.
semoga saya bisa menyelesaikan target saya.
menabung, menerbitkan buku, membeli kendaraan pribadi, karir semakin baik, dan semua harapan yang sederhana sampai yang muluk-muluk.
semoga. dan saya akan mewujudkan itu.

amin.

selamat ulang tahun, diri sendiri.

Baca Selengkapnya »
Dwi Ma'ruf Alvansuri © 2014